Pengamat Apresiasi Langkah Pertamina Menaikkan Harga Pertamax

“Saya apresiasi Pertamina yang tidak menaikkan harga ke titik psikologis konsumen Pertamax”

0
20
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. (Istimewa)

Tribute Indonesia – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengapresiasi langkah PT Pertamina yang telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp9.000 per liter menjadi Rp12.500 per liter.

Pasalnya, menurut Mamit, harga tersebut masih lebih rendah dari harga keekonomian Pertamax yang saat ini sebenarnya mencapai harga sekitar Rp16 ribu.

“Saya apresiasi Pertamina yang tidak menaikkan harga ke titik psikologis konsumen Pertamax. Jika iya, nantinya justru yang ada migrasi besar-besaran dari Pertamax ke Pertalite,” ujarnya dalam diskusi daring yang digelar Jakarta Journalist Center (JJC) dengan tema ‘Krisis Rusia-Ukraina, Mahalnya Minyak Dunia’, Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Dengan disparitas harga yang tidak terlalu signifikan, Mamit berharap, migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite tidak terlalu tinggi. Sehingga, menurut Mamit, diharapkan tidak ada over kuota terhadap pertalite yang merupakan jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP).

“Saya rasa kemungkinan migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite maksimal hanya 25 persen kira-kira. Apalagi untuk pengendara yang sudah merasakan perbedaan Pertalite dan Pertamax. Harga yang diputuskan Pertamina masih sangat masuk akal,” ungkapnya.

Namun, Mamit mengatakan, di tengah kondisi yang tidak menentu imbas dari  perang antara Rusia dengan Ukraina, Pemerintah mulai harus berpikir tentang diversifikasi energi. Selain itu, isu pengurangan gas rumah kaca juga harus mulai dibahas secara serius.

“Kalau tidak, maka dalam waktu dekat sektor transportasi akan jadi penyumbang terbesar gas rumah kaca,” katanya.

Mamit memberi contoh penggunaan kendaraan listrik baik sepeda motor atau mobil. Namun hal ini masih terkendala beberapa hal, diantaranya harga yang masih cukup tinggi dan ketersediaan area pengisian baterai yang masih terbatas.

“Perlu kebijakan viskal agar kendaraan listrik lebih murah. Infrastruktur charging yang masih lama juga harus diperhatikan. Jika satu kendaraan butuh satu jam untuk mengisi daya, maka ada jeda waktu yang cukup panjang,” ujarnya.

Selain Mamit, dalam diskusi ini turut hadir Direktur Global Economy Politic Institute Ronald Loblobly, Praktisi yang juga mantan Pejabat SKK Migas Elan Biantoro dan Pakar Ekonomi dan Energi UGM Fahmi Radhy.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here